Rabu, 16 April 2014

Giok Tua



Cheng berjalan tertatih ingin mendekati rak kayu yang sudah dimakan waktu. Mata yang tak lagi awas hanya bisa dibantu oleh gapaian asal. Sebentar mencari, jemari telah menyentuh tabung kaca yang membawa kilau karena sesuatu di dalamnya. Sulit menerka-nerka bagaimana benda itu ada di sana dengan ukuran yang lebih besar dibandingkan luang mulut tabungnya. Hanya senyum yang menari-nari ingin membebaskan ingatan yang beberapa puluh tahun dibelenggu uban. Dibawanya tabung menuju sofa merah marun hadiah sang putra yang saat ini berlenggang kesuksesan.
            “Kau merindukannya?” tegur wanita dari belakang. Ia menyusul duduk di samping.
            “Ah, ya. Tapi aku lebih merindukanmu.”
            “Ya ampun, sudah setua ini kau masih saja mengumbar rayuan.”
            “Dan kau selalu menyukainya.”
            Wanita itu mendengus namun menahan tawa. “Kenapa, Cheng? Kau tidak berniat memecahnya, kan?” tanyanya melihat pria tua yang menghabiskan separuh waktu bersamanya.
            “Bagaimana aku melakukannya, sementara ini adalah cara aku mendapatkanmu hingga sampai saat ini hanya kau satu-satunya wanitaku.”
            Sungging senyum dihadiahkan. Benda berkilau masih menyandang predikat sebagai giok ajaib mereka. Terlindung di dalam tabung kaca seperti kesetiaan keduanya.

Flash Fiction ini ditulis untuk mengikuti program #FF2in1 dari nulisbuku.com di Facebook dan Twitter @nulisbuku

Tidak ada komentar:

Posting Komentar