Kuusap kening berpeluh tanpa bantuan selembar
tisu. Lelah bukan main mengikuti celotehan
anak kecil yang berpijak cepat bagai kutu loncat. Jika tahu begini, sedari awal
aku tidak mengiyakan menggantikan posisi mama untuk menemaninya. Rambut lantang
durian, pipi bergelembung, dan deretan gigi seri tak lengkap, sudah
mengobrak-abrik suasana ceriaku hari ini.
Dan sekarang, kaki mungilnya berhenti
tepat di toko kue. Mata belonya seakan berbayang menikmati suguhan kue pelangi
di etalase. Ayolah, jangan sampai ia memanggil sementara kedua tanganku menenteng
sekotak martabak manis dan selusin donat.
Rian menoleh ke arahku yang
cepat-cepat menatap sekelompok remaja bermain sepatu roda. Hanya sekadar
pengalih, tetapi cukup menghibur atas kelihaian mereka berjungkit dan memutari barisan
botol. Kuharap Rian ikut tertarik dengan apa yang kulihat. Lewat ekor mata,
senyum meruntuhkan kuncian bibirnya. Aku terus berdoa.
Wajahku spontan menunduk ke bawah
ketika merasakan jemari tangan menarik bawaan. Tanpa basa-basi, suara merajuk
ingin masuk. Dan saat itulah aku berharap ini mimpi dalam maya.
Telunjuk-telunjuk itu mengarahkan kue
pesanan. Setelah mendapatkan keinginannya, Rian bersemangat mengajak pulang.
Sepanjang perjalanan, ia menjadi radio gratis. Ya, tetaplah ia adik kecilku.
Sekesal-kesalnya, aku tidak benar-benar membencinya. Keceriaannya menambah
dunia keluarga kami berwarna.
Seperti saat ini, jemarinya begitu
erat memegangku. Kupikir hanya takut menyeberang dan melepasnya begitu sampai
di seberang jalan. Dengan ringan aku mengatainya superman kikuk. Namun bukan
balasan cerca yang kudapat, melainkan bibir manyun menahan sedih. Ryan mendongak.
Bersusah payah aku menata ulang karena ragu pendengaranku salah.
Makanan yang kami beli menjadi
tatapanku. Sosok kecil di hadapan terus menghentak-hentak tangan agar permintaannya
dikabulkan. Gemas. Kuberjongkok untuk menyamai tinggi Rian. Ya ampun, jahat
sekali aku melupakannya karena sibuk dengan teman-temanku. Tak pernah berpikir
jika adik kecilku yang usil dan manja ini ingin diperhatikan olehku. Ah,
tiba-tiba muncul segudang rencana untuk mengajaknya bermain. Lelah pasti akan
kualami, tetapi kebersamaan seperti ini adalah hal yang berharga.
____
Dialog
“Ya
ampun, bisa tidak diam sebentar? Sudah berapa banyak tempat kita masuki hanya
untuk menurutimu?” Kuserbu Rian dengan kekesalan. Sosoknya yang setengah kali
badanku hanya meringis tanpa salah.
“Ayo,
ikut aku, Kak!” Bukan memberi sedikit prihatin, Rian malah menarik-narik
tanganku untuk melanjutkan perjalanan.
“Wah...
kue pelanginya....”
Aku
mengangkat alis. Sudah paham sifatnya yang langsung terpesona karena melihat
kue pelangi di etalase toko.
“Jangan
sampai mengajak masuk...,” gumamku lirih. Mataku turut tertegun karena bingung dengan
makanan kutenteng. Ada martabak manis dan donat kesukaannya.
“Kakak—“
Suaranya
mengalun dan aku segera mengalihkan tatapan pada sekelompok remaja bermain
sepatu roda. Mereka berjungkit dengan memutari barisan botol dengan lihai. Kuharap,
Rian pun tertarik melihatnya.
“Kakak
malah diam!” Tahu-tahu ada tangan menarik bawaan.
Aku
menghela nafas. Rian melancarkan mata sayu untuk melunakkan hati. “Makanan ini
saja belum dimakan.” Kuangkat bawaan agar ia sadar dengan hasil keliaran kami.
“Tapi aku
suka kue pelangi. Ayo....” Nyatanya aku tak sanggup mempertahankan pijakan diam
di tempat.
“Yang
ini, ini, dan ini, Kak!” Rian menunjuk-nunjuk beberapa macam kue pelangi.
Setidaknya aku tidak khawatir karena mama memberi uang lebih.
“Lalala...
lalala... aku senang sekali... doraemon....” Berkali-kali Rian melantunkan
lirik yang sama. Kulirik wajah cerianya begitu teduh.
“Hei! Superman
kikuk dari tadi masih memegang tangan. Kita sudah tidak menyeberang loh.
Biasanya cepat-cepat melepas jika sudah menyeberang.” Rian tidak membalas meski
kulontarkan ejekan.
“Kamu
kenapa?” Aku sedikit terkejut karena mendapatkan wajah sendunya.
“Kakak...
Sebenarnya aku kangen. Selama ini kakak selalu pergi dengan teman-teman padahal
aku juga ingin bermain bersama.”
“Eh?”
“Aku
sengaja membeli makanan banyak agar nanti bisa dimakan berdua oleh
kita. Jadi kakak tidak pergi dengan teman-teman hari ini... Bisa tidak, Kak?”
“Rian?”
“Kakak
jangan pergi ya, temani aku....”
Kuberjongkok
untuk menyamai tingginya. “Maaf ya, kakak sibuk sendiri. Kakak janji, hari ini
kita akan bergembira sampai lelah.”
_____
Cerpen ini diikutkan dalam tantang menulis #NarasiVSDialog dari @KampusFiksi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar