Selasa, 27 Agustus 2013

Sedekah Membawa Kenikmatan Tersendiri





SEDEKAH MEMBAWA BERKAH
 

Alangkah banyaknya dan tidak terkira jika kita menghitung rizki yang telah diberikan Allah kepada kita. Apapun dan berapapun rizki yang telah kita dapat tetaplah mengucapkan Alhamdulillah karena betapa nikmatnya jika kita mampu bersyukur akan hal itu.

 

Manusia terkadang lupa di saat tercukupi secara lebih kebutuhannya, mereka tidak turut bersyukur dengan memberikan bagian rizki itu kepada orang lain. Dalam artian sering terlontar kata-kata pelit. Ya, orang terserah mau bilang apa namun memang menjadi kesadaran diri sendiri untuk bersedekah kepada mereka yang membutuhkan.

 

Rizki kita tidak akan berkurang karena bersedekah!

Itu benar, ketika bersedekah maka Allah akan mengembalikannya lagi kepada kita bahkan dengan segera atau lebih dari apa yang kita sedekahkan.

 

Bersedekah tidak harus menunggu bulan ramadhan!

Ayolah, siapa yang tahu akan lamanya umur kita? Apakah harus menunggu setahun lagi, menunggu sekian lama karena di bulan itu pahala berbuat baik dilipat gandakan?

 

Salah satu kisah yang saya ingat adalah seorang ibu dengan keadaan ekonomi keluarga yang pas-pasan. Saat itu beliau pergi ke pasar untuk membeli sayur dan ikan. Belanjaannya telah didapat, terkecuali ikan yang saat itu masih terjadi tawar-menawar dengan pedagang. Sang pedagang tetap menjual beberapa ekor ikannya dengan harga sebesar Rp. 50.000. Sang ibu pun menginginkan agar harga ikan lebih murah yaitu Rp 30.000. Hingga beberapa saat, sang pedagang yang mungkin merasa lelah dengan prosesi itu dan ingin segera pulang, maka memutuskan untuk menjualnya dengan harga yang diinginkan oleh sang ibu. 
 

Dengan uang lembaran Rp 50.000 sang ibu pun memberikannya kepada pedagang. Sang ibu merasa puas dan ia memasukkan ikan yang sudah dibungkus ke dalam tasnya. Tiba-tiba sang pedagang memanggilnya karena sang ibu telah berjalan beberapa langkah darinya seakan melupakan sesuatu yaitu uang kembalian.
 
Dengan tersenyum sang ibu mendekat dan mengatakan jika tidak ada uang kembalian karena Rp 30.000 untuk harga ikan dan Rp 20.000 untuk diberikan kepada sang pedagang.

Dan dengan terpaku sejenak, sang pedagang hanya memandangi lembaran uang yang masih ada di genggamnya.

 

Semoga segala amal usah kita diterima Allah....Amiiin

Minggu, 25 Agustus 2013

Body Butter

Helllo.......
Opps apa sih ni?

Apa yang ada dibenak teman-teman jika melihat tulisan di atas? pastinya ingat kulit kita sendiri ya. Bukan kulit badak, gajah, bunglon atau ayam.
Kulit, khususnya untuk wanita memang selalu diinginkan untuk tampil mendekati sempurna, kinclong, cerah, bersinar ( emang senter?!) dan halus bak satin impor. Wanita selalu berupaya untuk merawatnya guna menunjang penampilan yang menjadi kebutuhan dia, seperti model atau artis tenar. Tapi, meski kita bukan artis atau model, tidak ada dosanya untuk merawat diri. 
Kulit bersentuhan langsung dengan pakaian yang kita kenakan. Terkadang di saat kita lagi asyik-asyiknya milih baju akan terpentok dengan kondisi kulit kita yang mungkin tidak cocok dengan warna baju. Kalau aku pribadi, selama nyaman dan sopan, warna tidak menjadi masalah utama sih. So, yang aku maksudnya di sini adalah apapun warna kulit kamu jangan dijadikan masalah untuk berekspresi diri. Yang lebih penting adalah kondisi kesehatan kulit kita fren!
Putih mungkin menjadi idaman bagi banyak wanita ataupun pria. Kulit orang asia timur memang putih-putih. ya, tapi orang yang memiliki warna kulit coklat atau hitam tidak akan kalah pesona kok.
Beyonce, Farah Queen adalah sedikit contoh para wanita yang memiliki kulit coklat yang tetep ok.
Nah, cuaca di bulan Agustus ini tergolong panas jadi kita harus pintar-pintar merawat diri.
Apa yang menjadi kebiasaan kamu untuk menjaganya? Banyak hal sederhana yang bisa kita lakukan :
  1. Banyak minum air putih, sudah menjadi rahasia umum jika minum air putih bisa menjaga kelembaban kulit kita.
  2. Olahraga, sempatkan diri untuk olahraga di pagi hari
  3. Lotion, dengan rutin dioleskan untuk melindungi dari sinar matahari. Di tambah sebelum tidur gunakan juga ya
  4. Banyak makan sayur dan buah, yang penting diseimbangkan saja dengan protein hewani
  5. Mandi teratur, tidak cuma asal kena air tapi perhatikan juga sabun apa yang dipakai sesuai dengan kondisi kulit
  6. Body Butter, nah ni bagus loh karena kelembabannya lebih tinggi dibandingkan lotion biasa. Dipakai setelah mandi fren, Ada banyak merk, yang biasa dipakai adalah merk Wardah dengan beberapa pilihan aroma.
Ok, semoga saja berguna ya! selamat mencoba dan melanjutkan!


Teko dan Termos

termos
teko














Si teko menampung air yang masuk ke dalam tubuhnya untuk segera dididihkan di atas kompor. Mencoba bersabar menunggu hingga air itu harus matang agar bisa dimanfaatkan dengan optimal. Dalam penantian yang ia sendiri pun tak tahu sampai kapan, teko berusaha mengamati termos yang sejak hari itu terlihat diam saja di dekatnya. 
Kesetiaan, begitu yang teko lihat dari termos yang selalu ada di sana. Ia bahagia karena ia tidak merasa sendiri saat ditempa dalam api yang sedang membakar tubuhnya saat ini. Apapun yang ia rasakan pasti akan lenyap dengan keberadaan termos yang akan menampung  air itu, melanjutkan untuk menjaganya.
Hingga tiba waktu itu, air yang mendidih dan siap untuk berganti tempat. Dengan hati-hati teko mencoba menuangkannya masuk, belum sampai keluar dari lubang mulutnya tiba-tiba terlihat termos yang menunduk - menyiratkan kesedihan tersendiri bagi teko. Bagaimana tidak, jika termos tidak mau menerima air itu dengan alasan ia ingin menyimpan air yang masih penuh di dalam dirinya, tanpa membuangnya.
Menangis pun tidak akan mengubah pendirian termos. Ya, ia memang setia, tetap menjaga air yang bahkan ia sadari tidak sehangat dulu. Teko tetap tersenyum, setidaknya ia tahu termos hanya ingin menjaga apa yang dimilikinya saat ini. Ia tahu diri dengan menarik jauh keberadaannya dari samping termos, karena ia yakin akan ada termos-termos lain di suatu tempat yang akan mendatangi dirinya.

Entahlah, tiba-tiba lihat termos dan teko di dapur jadi menulis seperti ini...hehe. Apapun itu, tentunya memiliki arti tersendiri bagiku. Mereka bagian kecil yang penting juga kan....Jadi jaga rawat baik-baik teko dan termos kalian ^ _ ^

Sabtu, 24 Agustus 2013

CERPEN



Cerita semasa SMA dulu yang bila dibaca lagi membuat pipi memerah malu :)   
Editan nih....


BEAUTIFUL LIFE

            Bel tanda akhir pelajaran membuyarkan konsentrasi murid-murid Kanagawa. Mereka bergegas membenahi buku setelah para guru mengakhiri pertemuan hari ini. Tampak murid yang berada di kelas paling pojok mulai berhamburan keluar dengan bergerombol. Sesosok gadis berambut sebahu mendekati pria yang duduk disampingnya. Dengan sedikit gugup ia menyodorkan sebuah buku tulis.
            Shinji, bukumu terjatuh.” ucap Megumi. Tanpa reaksi apapun Shinji segera memasukkannya ke dalam tas hitam.
            ”Shinji!” panggil Megumi melihat Shinji beranjak. ”Em...apakah kita bisa pulang bersama?”
            ”Maaf,  hari ini aku ada janji dengan teman.”
”Benarkah? Kemarin juga bilang begitu tapi ternyata pulang sendirian.”
Shinji terdiam, ia menghela nafas.
            Mungkin bagimu ini perhatian tapi tidak membuatku nyaman. Mencarikan buku-buku, meminjamkan catatan atau menungguku di pintu gerbang. Megumi, aku tidak suka diperlakukan seperti ini. Tolong, bersikaplah biasa seperti lainnya.”
Megumi terdiam, merasa gugup ditatap aneh oleh pria di depannya itu.
            ”Tapi! Aku hanya
            ”Seperti yang kukatakan, aku tidak suka diperlakukan berlebihan. Kau mengerti, kan? Mengenai kemarin aku memang ada janji.”
Tanpa banyak bicara Shinji melangkah keluar meninggalkan ruangan. Megumi masih berdiri terpaku, kembali ia tersadar ada beberapa teman-teman sekelas memperhatikan.
            Sore ini langit begitu cerah membuat siapa saja berkeinginan keluar. Langit berhiaskan awan putih membentuk aneka motif. Terkadang orang akan melihat sesuai dengan khayalnya masing-masing. Dengan sigap burung-burung gereja beterbangan membuat iri bagi mereka yang ingin merasakan kehidupan di atas sana, indah ataukah menakutkan.
            Megumi berjalan disepanjang trotoar sambil membawa belanjaan yang ia beli dari toko. Sesekali mengamati lapangan dimana ia sering melihat orang-orang seusianya bermain bola atau duduk bergerombol. Shinji berada di tengah-tengah kerumunan itu. Seperti biasa, memakai topi coklat dan asyik bercerita.
            ”Terkadang aku iri kenapa banyak gadis menyukai seseorang seperti dia!”
Suara dari arah belakang mengejutkan Megumi. Nakano muncul menyapa.
            ”Dia memang lebih tampan tapi aku lebih pintar darinya.” lanjut Nakano.
            ”Kurasa begitu, Nakano juga sangat baik!”
            ”Lalu kenapa tidak menyukaiku? Dia sering membuatmu kecewa.”
            ”Nakano...” Megumi duduk yang diikuti Nakano.
Mereka terdiam sejenak, orang-orang di lapangan masih bermain berebut bola. Benda bundar itu melambung tinggi ditendang oleh pemain. Mereka duduk di bawah pohon sakura masih mengamati jalannya pertandingan.
            ”Waktu kecil kita pernah hujan-hujanan di lapangan. Kau memintaku mengajari naik sepeda bila ayahmu sibuk ke luar kota. Kau berlatih dengan semangat meskipun berkali-kali jatuh. Kita pergi diam-diam tapi akhirnya ketahuan oleh ibumu dan membawamu pulang. Aku cemas bila kau tidak diperbolehkan bermain lagi denganku.” ucapan Nakano memecah kebisuan.
            Aku ingin seperti anak-anak lain. Bermain dengan bebas, bukan menjadi anak penurut yang jarang keluar rumah dan menangis setiap kali dikucilkan. Jika sudah begitu, ayah dan ibu akan mengurung di kamar sampai aku mengaku salah.”
            ”Itu sudah berlalu, kan.
            ”Sampai sekarang aku merasa bodoh. Kenapa dilahirkan sebagai anak penakut yang tidak bisa mempertahankan keyakinan? Kenapa tidak mempunyai keberanian untuk membuat keputusan sendiri? Apakah mereka menyayangiku?”
            ”Yang kutahu setiap orangtua menyayangi anaknya.”
             Enaknya menjadi seorang bayi.” gerutu Megumi sambil mengerucutkan bibir.
            ”Menjadi bayi memang menyenangkan tapi kita tidak tahu betapa repotnya orang tua. Sudah jangan bersedih, wajahmu tambah jelek.”
Megumi hanya menopang dagu. Kau berangkat besok ya, jam berapa? Aku ingin mengantar.” Megumi berpaling pada temannya itu.
            Pagi. Saat pelajaran matematika dari Yamato-sensei. Tidak apa kok, aku senang kau mendoakan selamat.”
            ”Empat bulan waktu yang cukup lama. Karena aku tidak punya teman sebaik dirimu. Ngomong-ngomong beruntung sekali kau mendapat beasiswa ke Paris.”
            Aku harus belajar keras mendapatkan beasiswa. Aku kan tidak punya keluarga untuk membiayai.”
            ”Aku pasti merindukanmu.”
Nakano membalas senyuman Megumi.
            Koran-koran berceceran di lantai sementara seorang ayah membuka halaman lain. Sosok ibu juga sibuk mengiris-iris bawang di dapur dan terus menunggu putrinya yang sejak tadi pergi ke toko. Suara langkah kecil masuk, Megumi menaruh belanjaannya dimeja.
            ”Kenapa membuat Ibu menunggu lama? Ibu membutuhkan bantuanmu!” tanyanya dengan singkat tapi bersuara tegas.
            ”Em..Ibu, maaf. Tadi ...”
Megumi merasa bersalah karena lupa waktu ketika mengobrol dengan Nakano.
            ”Simpan alasanmu! Sekarang bantu ibu! Kau tahu ibu sangat sibuk. Apakah kau mampir ke tempat lain? Kenapa susah sekali mengingatkanmu, heh!
Megumi terus memotong-motong wortel tanpa menanggapi. Ia merasa lebih baik mendengarkan daripada menyela. Diam.
            ”Megumi! Ayah baru saja memilah universitas yang akan kau masuki nanti. Universitas Tokyo tetap menjadi perguruan favorit. Tapi sebenarnya bukan masalah universitas, yang penting Ayah dan Ibu akan mendukungmu mengambil  ilmu hukum.”
Bunyi pisau memotong sayuran terhenti. Megumi menatap ayahnya dalam-dalam. Ia teringat ketika dipaksa agar masuk ke sekolah yang bukan pilihannya.
            ”Hukum? Tapi, aku tidak berminat mengambil bidang itu, Ayah” ucap Megumi perlahan.
            ”Apa maksudmu? Jurusan hukum memiliki prospek cerah saat ini. Banyak sarjana mudah mendapat pekerjaan usai lulus. Apa kau ingin menjadi pengangguran?
Perkataan ayah membuat ibu tertawa kecil. Tapi Megumi tidak merasakan sebagai sesuatu yang harus ditertawakan. Pilihannya bukanlah hukum tapi seni musik. Ia merasa kalah setiap kali orangtuanya membuat keputusan yang tidak dapat ditentang.
            ”Ayah, Ibu, Aku mengerti keputusan ini tapi...bukankah aku yang akan menjalaninya? Selama ini aku berlatih piano karena tertarik dengan jurusan seni musik. Itu yang ingin aku pilih, Ayah.”
Ayah dan Ibu saling pandang. Ibu mengecilkan kompor gas.
            ”Kami sangat memperhatikan masa depanmu. Bagaimana Ayah dan Ibu dapat memberi izin terhadap keputusan yang tidak kami setujui? Kau menjalaninya tapi  kami tetap ikut andil memutuskan pilihan terbaik untukmu. Semua demi kebaikanmu!” ucap Ayah.
            Tapi –
            “Ayahmu benar. Kau seharusnya berterimakasih karena kami memperhatikanmu.”
            “Aku tidak mau, Bu.”
            ”Sudah! Sudah cukup. Pikirkan saja sekolahmu. Satu hal, Ayah tidak ingin dalam minggu-minggu ini ada suara piano di dalam rumah! 
~..............~

            Jam istirahat masih berlangsung namun Megumi hanya duduk di kelas. Semalaman terus memikirkan perkataan ayahnya dan semua keputusan itu. Segalanya seakan sempurna dan mungkin orang lain akan melihatnya sebagai orang beruntung. Namun semakin Megumi memikirkan semakin pula ia menyalahkan diri sendiri.
            Pukul 09.10, Nakano pasti telah duduk nyaman di dalam pesawat. Megumi sempat menemuinya tadi pagi untuk mengucapkan salam perpisahan.
            ”Hei, kau melamun!” gertak Harada sambil menepuk bahu. Harada masuk bersama Shinji mulai menjahili seperti biasa. Shinji duduk dan melanjutkan catatan yang belum diselesaikan.
            ”Em... Aku dengar ada pesta ulangtahun di rumah Kanami, ya?”
            ”Kau tidak menanyakannya pada teman sebangkumu?” Harada balik tanya.
            ”Haruko tidak mengetahui. Mungkinkah yang mendapat undangan hanya anggota geng Kanami, gadis-gadis populer di sekolah?”
            ”Aku bukan murid populer tapi kami berdua mendapat undangan. Lumayan, sudah lama tidak mencicipi kue ulang tahun. Pasti banyak sekali makanan nanti sore, hahaha!
Megumi menghela nafas. Ia kembali terbayang saat Ayah dan Ibu merayakan ulang tahunnya namun tak seorang pun temannya datang. Tentu saja, karena mereka merayakan di luar kota, tempat kakek Megumi. Ia merasa dijauhi karena anak-anak lain sulit berteman dengannya.
            ”Sepertinya kau kecewa. Datang saja, kurasa Kanami tidak mempermasalahkan undangan itu.” ucap Harada ringan.
            ”Aku rasa tidak!” sahut Shinji tiba-tiba dengan tidak mengalihkan pandangannya ke buku. Harada dan Megumi menatap bingung.
            ”Kanami menyambut tapi kau juga dipermalukan di depan orang-orang. Lupa apa yang dialami Kyoko? Kejadian memalukan itu  membuatnya sedih berkepanjangan” lanjut Shinji.
            ”...Dia benar! Kyoko sampai dibuat menangis. Aku tidak menyangka mereka sekejam itu!” ucap Harada setengah teriak.
Megumi  ingat  dan  karena alasan itu  esok  harinya Kyoko absen masuk bahkan sampai memutuskan pindah sekolah. Entah apa yang dirasakan Megumi saat ini, seolah-olah  Shinji telah menyelamatkannya.
            ”Jangan salah sangka! Aku berkata demikian agar kau berpikir dua kali, setidaknya kejadian itu menjadi pelajaran bagimu.”
            ”E...iya, Aku mengerti. Terima kasih telah mengingatkan.”
            Murid-murid Kanagawa keluar dari pintu gerbang. Megumi berjalan sendiri sambil menjinjing tas. Sering ia menunggu di tempat itu dengan harapan Shinji akan mengajak pulang bersama tapi tak pernah terjadi.
            ”Perutku...!” ucap Megumi sambil mengusap bagian tubuhnya. Ia mempercepat langkah. Dan 
Brukk!! Tasnya menyenggol seseorang di belakang.
            ”Shinji? Maaf ....”ucap Megumi terkejut.
            ”Kalau jalan hati-hati!
Sayang, kata-kata itu bukan terucap dari bibir Shinji namun seorang gadis yang berada di sampingnya. Megumi tahu gadis itu dari kelas lain dan akhir-akhir ini dikabarkan dekat dengan Shinji. Megumi terus memperhatikan mereka berjalan di depan. Muncul pikiran tentang kebenaran kabar itu.
Ia terus berjalan dengan perasaan tidak nyaman. Melihat wajah Shinji yang sekilas menatap seakan menyimpan sejuta misteri. Bukan pertama kalinya Megumi mengenal Shinji di SMU namun jauh sebelum itu saat mereka masih anak-anak. Apakah Shinji telah lupa masa-masa kecil mereka?
 Beberapa langkah dari pagar rumah sedikit membuat resah. Sosok bayangan Ibu sejak kemarin tidak diajaknya bicara kembali memenuhi benak. Cepat-cepat Megumi menaiki tangga menuju kamar.
Blarr!
Suara pintu tertutup dari dalam.
Bintang-bintang memancarkan cahaya menemani bulan petang ini. Megumi berbaring di ranjang mengusap-usap perut yang sejak siang hanya terisi sebungkus roti. Mata lelahnya terpejam namun tak juga membawanya tidur. Sakitnya masih terasa.
            ”Shinji.... Aku sangat merindukan masa kecil kita. Saat saling mengganggu, saat mencari buah cerry bersama Nakano, dan saat kita tertawa sepulang sekolah. Kenapa sekarang kau berubah?”
Megumi mengubah posisi. Kini ia menghadap jendela dengan berbaring miring. Pikirannya mengawang pada kejadian waktu itu....
            Sebuah kelereng berada dalam genggaman. Kelereng itu sering Shinji mainkan. Kelereng keberuntungan tak pernah lepas dari sakunya namun harus terjatuh hingga membuatnya kecewa karena retak. Shinji benar-benar kesal sampai melempar begitu saja ke got padahal satu-satunya pemberian ayahnya yang sudah lama meninggal. Ada perasaan bersalah ketika Shinji berjalan melewati Megumi, sama sekali tidak menatap dan merespon permintaan maaf.
Dan itu terakhir kali mereka bermain bersama.
Krssk!!
Suara  muncul dari bawah membuyarkan lamunan. Megumi terbangun. Sambil menahan  sakit  perut, ia mencari  dari jendela. Ternyata  seekor anjing pudel berbulu coklat berada didekat pot. Sudah lama ia ingin memiliki anjing peliharaan namun tidak diizinkan oleh ayah. Megumi turun.
            ”Tidak ada kalung leher tapi bulunya bersih. Ia bukan anjing liar tapi milik siapa, ya? Anjing manis, kenapa bisa terpisah dari majikanmu?” Si anjing tidak mengonggong tapi malah menggerak-gerakkan tubuhnya ke dekapan Megumi yang sedang mengelus.
            ”Megumi, apa yang kau lakukan di luar?” panggil ibu.
            ”Iya, Bu. Aku segera masuk. Anjing manis, aku akan membawamu ke dalam. Jangan banyak bergerak, ya” dengan hati-hati Megumi menyembunyikan di balik jaket tebal.

~.......................~


            ”Aku tidak tahu dia kemana tapi akan tetap kucari.” ucap Shinji pada Harada.
            ”Mungkin keasyikan bermain dan lupa pulang.”
            ”Kuharap sepulang nanti dia sudah didepan pintu menungguku.”
Megumi sedari tadi memperhatikan obrolan mereka, mencoba mendekat.
            ”Sepertinya Shinji baru kehilangan sesuatu, ya?”
            ”Dia kehilangan anjingnya kemarin.” jawab Harada.
            ”Anjing?”
            ”Biasanya pulang menjelang sore tapi sampai tadi pagi aku tidak melihatnya. Kalung pengikat leher ada di kandang, mungkin ia tidak suka diberi benda itu.” jelas Shinji.
            ”Bagaimana warnanya?”
            ”Coklat muda dengan bulatan kelabu dimata kanan.”
            ”Pasti anjing itu.
            “Apa maksudmu?”
            “Semalam ada anjing seperti itu masuk halaman rumah. Ciri-cirinya persis yang dikatakan tadi.”
            ”Benarkah?” Shinji nampak terkejut.
            ”Iya, kau tidak perlu khawatir. Aku akan mengantarnya sore nanti.”
            ”Baiklah.”
            Megumi tidak pernah menyangka bila anjing kecil itu milik Shinji yang hilang. Pantas, ia sempat melihat Shinji sekilas lewat di samping rumah. Seharusnya Shinji berada dipesta Kanami petang itu tapi tidak datang karena sibuk mencari anjing kesayangannya. Baru semalam Megumi bersenang-senang dengan anjing kecil tapi hari ini harus mengembalikan pada pemiliknya. Meski hanya sehari setidaknya Megumi sempat menjadi pemilik anjing.
 Siang hari cukup cerah. Pohon-pohon sakura berdiri dengan kokoh selalu membersitkan keindahan pada saat bersemi dan berguguran. Megumi berjalan cepat, ia baru pulang membeli makanan anjing untuk terakhir kali.
            ”Apa?!!” suara terkejut dari bibir Megumi.
            ”Kenapa kau melakukannya? Membawa anjing liar ke dalam rumah, hah! Ayah dan Ibu tidak suka dengan hewan berbulu!” sahut ibu dengan nada keras.
            ”Ia bukan anjing liar, Bu. Anjing itu milik Shinji yang hilang. Aku berjanji akan mengantarkan pulang tapi... Ibu membiarkan ayah membuang anjingnya!”
            ”Ibu tidak suka. Lihat, kamar ini berantakan. Dan ini.....obat apa?”
            ”Itu...hanya vitamin, Bu.”
            “Vitamin?”
            “E- ibu  kenapa tidak menunggu sampai aku pulang? Harusnya kan –
            ”Jangan salahkan ibumu!!” seru Ayah tiba-tiba masuk.
            ”Ayah...”
            ”Karena anjing kau marah pada ibumu! Akhir-akhir ini kau mulai berani membantah. Kami orang tuamu, ingat!” Ayah dan ibu meninggalkan Megumi sendiri.
            Megumi masih terdiam dalam posisinya. Dia melangkah dan duduk ditempat tidur. Didekapnya erat-erat bantal yang sobek dibagian tepi karena cakaran.

“..........................”
            Matahari mulai terbenam, Megumi masih mencari-cari setiap gang kecil yang mungkin dilalui anjing itu. Sementara itu mungkin pemiliknya menunggu kedatangan Megumi yang tak juga muncul.
            ”Di saat sulit Nakano selalu membantu, tapi sekarang...” Megumi terus mencari hingga di tempat lapangan.
            ”Hampir petang, aku harus ke sana.” dengan gugup Megumi berjalan ke tempat Shinji. Dilihatnya pintu tertutup. Megumi mulai bimbang, namun sekilas  terlihat seseorang mendekap seekor anjing. Shinji membawa anjing sambil terus dibelainya.
            ”Anjingnya.....”ucap Megumi. Ia melihat Shinji dari seberang yang tampak senang telah menemukan anjingnya. Senyum yang lama tidak ia lihat. Megumi merasa lega melihat semuanya itu. Ia bersiap menghampiri namun pintu terburu ditutup kembali.
            ”Shinji.....” Megumi menghentikan langkah. Berdiri terpaku memikirkan apa yang akan dilakukan. ”Dia pasti merindukannya. Aku hanya akan mengganggu.” Megumi berbalik arah. Rasa letih mulai dirasakan. Ia mengistirahatkan kaki di bangku taman sambil memandangi makanan anjing dalam genggaman.
            ”Shinji pasti makin membenciku.” air mata membasahi pelupuk mata.

~................~

            ”Shinji, aku ingin berbicara sebentar. Soal anjing itu....”
            “Ein? Dia sudah pulang.” sahut Shinji.
            “Namanya Ein, ya. Sebenarnya aku akan mengantar tapi anjingnya tidak ada dirumah. Kemudian – “
            “Benarkah?” potong Shinji.
            Aku tidak berbohong! Sepulang sekolah sudah tidak ada. Aku mencarinya tapi.... “
            “A - aku minta maaf! Tidak menepati janji.” lanjut Megumi sedikit menunduk.
            “Kemarin aku menunggu tapi kau tidak segera muncul. Karena tidak sabar kuputuskan keluar. Saat itulah aku melihat Ein ada ditempat penjualan anjing. Keadaannya tidak begitu baik. Kakinya terluka.”
            ”Terluka? Aku benar-benar minta maaf. Saat kerumahmu ternyata anjingnya sudah ada bersamamu.”
            “Kenapa tidak menemuiku?”
            “E- e....”
            “Kau takut menemuiku?”
Megumi tidak menjawab.
            “Hei!! Ada brosur. Ayo, silakan ambil.” Haruko muncul dengan setumpuk brosur ditangan. Teman-teman saling mengerubung.
            ”Megumi, mau kemana? Bacalah, ini universitas favoritmu.” ucap Haruko.
            ”Iya, nanti saja...”
Megumi memilih keluar kelas. Mengacuhkan pertanyaan Shinji serta brosur yang menjadi perhatian teman-teman sekelas.
            Dari permukaan air memperlihatkan bayangan muram. Kedua mata sembab dan bibir bergetar menahan tangis. Rasanya kaki tidak kuat menopang berat tubuhnya seperti kesakitan karena terbebani kehidupan yang makin  memuakkan.
            ”Rasanya sakit...” Megumi terduduk di kamar kecil sambil menelentangkan tangan kanan. Setetes, dua tetes darah mengalir jatuh di lantai. Matanya terpejam, berbagai peristiwa satu-persatu beriringan muncul. Hingga tiba-tiba suara pintu terbuka  mengagetkan dirinya.
            Megumi!”
Megumi membuka mata. Ia berbalik badan dan mendapatkan seseorang berdiri beberapa jarak darinya. Shinji.
             ”Apa yang kau lakukan?
Megumi beranjak mencoba menutup lukanya dengan gulungan tisu. Darah sedikit merembes melalui celah-celah.
            “Aku tidak apa, kok.”
Shinji yang baru saja membuka pintu lantai atas itu tidak berhenti menatap.
            Hei!seru Shinji melihat Megumi setengah berlari melewatinya.
            “Shinji, lepaskan.” pinta Megumi karena Shinji memegang erat tangan itu.
            “Kenapa sampai berdarah?”
            ”Tidak apa-apa.”
Megumi meronta hingga pegangan terlepas. Segera ia pergi dari tempat itu dengan perasaan kacau.
................

            ”Sejak tadi kakak disini, apakah menunggu seseorang?” tanya seorang anak kecil duduk disebelah Megumi.
Megumi menoleh, ia memasang senyum melihat anak kecil berambut panjang dengan kuciran disamping. ”Tidak....
            ”Sepertinya kakak lapar. Memegang perut terus. Ini roti untuk kakak.”
            ”Terimakasih. Kakak hanya kurang sehat.”
            ”Kakak terlihat pucat. Tangan kakak juga terluka. Pasti sakit.... ucap anak kecil itu sambil menggigit bibir.
            Megumi menggeleng. ”Hanya luka ringan.”
            “Sebaiknya dibawa ke dokter.”
Megumi tertawa kecil. “Tidak apa-apa.”
            ”Dulu aku sangat takut dengan dokter.”
            Oh ya?”
            Aku takut diperiksa. Kata ibu, waktu bayi sering berganti dokter karena sakit-sakitan. Tapi sekarang aku makin kuat dan tidak pernah merasa sesehat ini. Jadi, kakak jangan takut ke dokter. Apa yang sakit, katakan saja.
            Pintar. Siapa namamu?”
            ”Daeshuke, Kakak?”
            ”Megumi, senang berkenalan denganmu, ya.
            Ah, ibu sudah menjemput. Kakak aku pulang dulu ya, sebaiknya kakak juga istirahat. Sampai jumpa!
Daeshuke berlari-lari kecil menuju ibunya yang datang menjemput.
            ”Sampai jumpa....”
            Kini ia sendirian. Megumi merasakan tubuhnya sangat lemas. Ia ingat jika hari ini membolos. Pelajaran ditinggalkan, tas tidak sempat dibawanya dan ia yakin jika tidak mungkin pulang dalam keadaan seperti ini. Ayah dan ibu pasti akan sangat marah.
            ”Pulang....? Rumah luas, sejuk dan indah, tapi bukan rumah untukku. Aku mungkin kembali tapi tidak sekarang, tidak untuk malam ini, atau mungkin besok. Bahkan tidak pernah... entahlah, aku tidak tahu.” Megumi terus menggumam tanpa mempedulikan desiran angin menusuk tulang.
            ”Semuanya akan berakhir, aku tidak perlu takut. Apa yang dirasakan sekarang bukanlah apa-apa. Aku hanya menjalani dan tidak ada seorangpun mengganggu kebebasan ini, kan? Tersenyum menyusuri jalan panjang hingga menunggu Tuhan berkata sudah cukup.... Aku hanya menunggu....” Megumi terpejam dan terus berbicara menghibur diri. Ia tidak dapat menahan tangis dan sakit yang menyelimuti seluruh tubuh. Malam terus berjalan dan ia semakin berat membuka mata.
..................
            ”Kau sudah bangun....?” terdengar suara lirih. Samar-samar melihat sosok dihadapannya.
            ”Kau ada dirumah sakit. Ada apa denganmu? Kau menghilang dengan keadaan seperti ini.” tanya orang itu sambil terus mengenggam. Gadis yang berbaring lemah itu menatap kosong seakan tak ada siapapun di dekatnya.
”Sakit...” suara terdengar pelan dan berat.
”Jangan khawatir, semua akan baik-baik saja. Dokter akan merawatmu.”
Mata sesekali terpejam. Menggigau tentang sesuatu yang ia sendiripun tidak menyadarinya.
            ”Bertahanlah, aku mohon.”
            Entah suara apa yang selalu membisiki, dengan setengah sadar Megumi melihat beberapa orang berbaju hijau mengelilingi dirinya dan mencegah orang-orang yang mungkin mengganggu perawatannya. Langit-langit seakan tak ada jarak, terbentang luas dan dapat diraih dengan sejurus pandangan. Tembok tidak menjadi sekat sehingga ia mampu melihat keadaan jauh sekalipun. Dimanakah ini? Ia merasa hebat melihat dunia dengan lebih bebas dan luas.
Ruangan begitu hening dan dirasakan orang-orang yang menunggu di luar semakin cemas.
            ”Dokter!
”Sakit levernya sudah terlalu parah. Maaf, kami sudah berusaha....”
Tatapan terlihat redup membersitkan sesuatu. Langkah-langkah kecil memasuki ruangan memaksakan diri untuk melihatnya yang telah pergi. Kain tipis masih menyelimuti agar tubuh itu tetap hangat. Belaian terakhir dari mereka semakin menggoreskan tangis menyayat hati. Orang tua itu menatap pedih pada putrinya yang tertidur untuk selamanya.
            ”Maafkan aku....maafkan aku....” suara serak menahan tangis dari bibir Shinji. Dia bersandar lemah di luar ruangan. Terlihat dari jendela, desau angin menerbangkan dedaunan kering. Megumi tidak berada di tempat ini lagi, terbang mengelilingi sejenak orang-orang yang menunggu jasadnya untuk pergi ke tempat lain. Waktu telah berakhir baginya dan nampaknya Tuhan telah mencukupkan jalan yang terjejali oleh langkah kaki Megumi. Semua perjalanan telah diakhiri.




FINISH